gNews.co.id – Proyek infrastruktur pengendali banjir dan tsunami di Kota Palu senilai Rp150 miliar yang dikelola oleh Balai Wilayah Sungai Sulawesi (BWSS) III kini menjadi sorotan para pelaku jasa konstruksi di Sulawesi Tengah (Sulteng).
Keterlambatan progres pekerjaan yang sebelumnya telah menarik perhatian publik, terus memicu diskusi di kalangan profesional konstruksi.
Erwin Bulukumba, salah satu tokoh penting dalam sektor jasa konstruksi Sulteng, menyatakan bahwa proyek ini harus diselesaikan sesuai dengan jadwal yang tercantum dalam kontrak.
Menurut Sekertaris BPC Gapensi Donggala ini, tidak ada alasan bagi kontraktor untuk meminta addendum terkait perpanjangan waktu atau penambahan volume pekerjaan, mengingat proyek tersebut tidak terkena dampak bencana alam.
“Proyek yang dikerjakan oleh PT Selaras Mandiri Sejahtera (SMS) ini tidak terpengaruh bencana, jadi kenapa harus ada addendum? Itu tidak tepat,” ujar Erwin dalam wawancara di Palu, Selasa (1/10/2024).
Erwin menekankan pentingnya pengawasan ketat terhadap proyek tersebut dari berbagai pihak, termasuk masyarakat, media, dan pelaku jasa konstruksi, terutama mengingat bahwa deviasi progres sempat mencapai 23 persen.
“Ini proyek untuk kepentingan publik, jadi pengawasannya harus maksimal. Jika PT SMS tidak mampu menyelesaikan pekerjaan hingga Desember 2024, sesuai kontrak, maka sebaiknya kontraknya diputus,” tandasnya.
Ia juga mengingatkan bahwa BWS Sulawesi III seharusnya tidak memberikan perpanjangan waktu atau addendum apabila proyek ini tidak selesai tepat waktu.
Menurutnya, jika perusahaan bekerja melebihi batas waktu yang ditentukan, maka sesuai aturan yang berlaku, perusahaan harus dikenakan denda.
Pengurus salah satu asosiasi jasa konstruksi di Sulteng ini menegaskan bahwa terkait kontrak proyek sudah mekanisme dan aturan mainnya.
“Aturannya sudah jelas, jika bekerja melebihi batas kontrak, perusahaan akan dikenakan denda. Jika tetap tidak mampu menyelesaikan pekerjaan, maka kontrak harus diputus,” ujar Erwin.
Komentar