Jadi, biarkanlah dia tumbuh berdampingan. Membentuk kota di Ladang Sagu
By: Muhd Nur Sangadji
Tidak mengapa, negeri ini berbenah. Tapi, identitasnya tidak boleh berubah punah. Sebab pasti ada bencana kelak.
Ekologi atau kerawanan pangan. Apalagi industri ekstraktifnya tumbuh berpacu pacu.
Entah berapa banyak lagi kita temui, daerah yang pangannya disediakan oleh alam.
Tak butuh tenaga menanamnya.
Tak perlu pupuk menyuburkannya.
Tak cari air menyiramnya.
Semuanya alam yang siapkan.
Dia yang menggandakan diri. Menurunkan hidupnya ke generasinya. Jadilah berumpun-rumpun.
Dia yang bikin pupuknya sendiri. Dia yang datangkan air. Dia yang hadirkan biota. Darat dan air tawar. Untuknya dan untuk kita.
Malam ini, pangan itu terhidang. Bersama kuah asam ikan bobara. Namanya Popeda. Orang sini menyebutnya Dui. Orang Banggai bilang Onyok. Di Palopo, mereka sebut kapurung.
Pangan ini. Tahanan patinya tinggi sekali. Ilmu pengetahuan menyebutnya resistance starch. Bagus nian untuk usus. Karena bisa menghalau racun. Sayang, banyak yang tidak mengerti.
Di meja makan ini, ku sedot dengan lahapnya. Bersama senior ku Prof Djayani. Keringat kami, jatuh berbutir butir. Duhai, Nikmat sekali.
Aku berkelakar ke teman teman di sebelah. Ku titipkan kepada kalian, jagalah negeri ini.
Ku bilang dalam kelakar itu, kalau Aku balik kembali. Seumpama, ladang Sagu ini telah lenyap. Atas nama pembangunan.
Maka, atas nama pembangunan pula, aku sumpah kamu semua, karena lalai merawat pangan untuk generasi. Sayang sekali.
Dan, bila itu sampai terjadi, kan Ku abadikan penyesalan ku di lembaran ini. Agar menjadi energi untuk menjaga.
Tidak mengapa, negeri ini berbenah. Tapi, identitasnya tidak boleh berubah punah. Sebab pasti ada bencana kelak.nEkologi atau kerawanan pangan.
Apalagi industri ekstraktif pertambangan, tumbuh berpacu-pacu. Pesan langitnya sangat tegas untuk ini.
Jadi, biarkanlah dia tumbuh berdampingan. Membentuk kota di ladang Sagu. Supaya anak-anak kita tetap bangga pada identitas negerinya.
Sambil mereka berdoa untuk kita.
Yang kala itu, boleh jadi. Kuburan kita telah ditumbuhi rerumputan. Wallahu a’lam bi syawab.
Bungku Kabupaten Morowali (5/09/2023).
Artikel ini sudah tayang di akun Facebook Muhd Nur Sangadji
Penulis adalah akademisi di Universitas Tadulako Palu
Komentar