Razak menduga BBM yang digunakan berasal dari beberapa SPBU di wilayah Tolitoli, seperti SPBU 74.94502 di Kelurahan Tambun, SPBU 74.94510 di Jalan Malatuang, dan SPBU 74.94514 di Desa Sandana.
“Kami sudah survei ke lokasi, dan melihat beberapa excavator yang bekerja tanpa adanya tangki BBM di sekitar area proyek atau tempat tinggal para pekerja. Ini menjadi indikasi bahwa BBM didapatkan dari sumber yang tidak sesuai aturan,” ungkap Razak.
Menurutnya, penggunaan BBM bersubsidi di proyek berskala besar seperti ini melanggar aturan.
Razak pun meminta pihak penegak hukum dan Hiswana Migas Sulteng untuk segera menyelidiki dugaan penyalahgunaan ini.
“Pasokan BBM subsidi di SPBU sering kosong meski setiap hari masuk. Jangan sampai masyarakat dirugikan hanya karena ulah pihak tertentu yang ingin memanfaatkan subsidi untuk proyek besar,” tandasnya.
Aturan Penggunaan BBM Subsidi
Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 191 Tahun 2014 yang telah diubah menjadi Perpres Nomor 43 Tahun 2018, penggunaan BBM bersubsidi hanya diperuntukkan bagi masyarakat miskin dan usaha mikro, termasuk usaha perikanan, pertanian, dan transportasi umum tertentu. Sementara itu, proyek infrastruktur komersial seharusnya menggunakan BBM non-subsidi seperti pertamina dex atau dexlite.
Selain itu, pelanggaran atas aturan ini dapat dikenakan sanksi sesuai Peraturan Presiden Nomor 117 Tahun 2021 yang melarang penggunaan solar bersubsidi untuk industri dan sektor komersial. Dengan adanya regulasi ini, diharapkan subsidi tepat sasaran dan tidak disalahgunakan.
Tanggapan PT AKAS
Hingga berita ini ditayangkan, Kepala Proyek PT AKAS Wilayah Sulteng, Arik, belum memberikan tanggapan terkait dugaan penggunaan BBM bersubsidi pada proyek tersebut.
Baca: Tanggul Proyek Rp243 Miliar Milik BPJN Ambruk, Kontroversi PT AKAS Hingga Pernah ada Pekerja Tewas
Komentar