gNews.co.id – SPHP menyoroti tegas terkait transaksi formal penyaluran CSR yang diajukan Kejati dan BPD Sulteng, bahkan keduanya diajak debat terbuka.
Menurut advokat Serikat Pekerja Hukum Progresif (SPHP), Agussalim, SH pengajuan ke Bank Pembangunan Daerah (BPD) Sulaweai Tengah (Sulteng) kesalahan serius.
Advokat Rakyat ini berpendapat, hal itu merupakan kesalahan pemahaman serius atau gagal paham soal definisi khusus mengenai apa itu Corporate Social Responsibilty (CSR).
Sebagai informasi bahwa SPHP adalah lembaga yang bernaung dan tergabung sebagai anggota Lawyer Asia Pasific.
Selaku lembaga advokat Internasional yang memonitoring advokasi ekologi sosial dan hak atas lingkungan bagi penghidupan agraria, Agus menyayangkan kejadian ini.
Lembaga judicial milik Negara, seperti Kejaksaan seharusnya telah memiliki telaah hukum yang akurat.
Kejaksaan paham betul mengapa CSR merupakan milik masyarakat Internasional yang dipandang perlu diperhatikan.
Di mana setiap Negara mengikuti aturan khusus yang diratifikasi pemerintah Indonesia.
“Bank Pembangunan Daerah Sulteng merupakan BUMD yang tunduk pada UU sektoral sebagai Perusahaan dan BUMN/BUMD,” jelas Agussalim dalam keterangan tertulis, Selasa (19/9/2023).
Sementara, kata Dia, kedudukan kejaksaan sebagai kelembagaan jelas dan tegas dalam KUHAP serta UU Kejaksaan.
“kok bisa melakukan transaksi program CSR? Apa yang melatarbelakanginya,” tandasnya.
Agus menjelaskan, adapun 5 pilar yang mencakup kegiatan CSR, yaitu Pengembangan kapasitas Sumber Daya Manusia (SDM) di lingkungan internal perusahaan maupun lingkungan masyarakat sekitarnya.
Penguatan ekonomi masyarakat sekitar kawasan wilayah kerja perusahaan.
Pemeliharaan hubungan relasional antara korporasi dan lingkungan sosialnya yang tidak dikelola dengan baik sering mengundang kerentanan konflik.
Baca: Advokat Rakyat Perjuangkan Program APRI di Kemenkopolhukam
Komentar