Ada Gejala Borong Partai, Benarkah Terjadi Arogansi Kekuasaan Politik di Pilgub Sulteng?

Sementara, 7 partai tersisa saat itu, Gerindra, PDI Perjuangan, Partai Solidaritas Indonesia (PSI), PKPI, Partai Gelora, Barkarya, dan Partai Bulan Bintang (PBB) yang mengusung dan mendukung pasangan Hidayat Lamakarate dan Bartholumeus Tandigala sebagai Cagub-Cawagub Sulteng versus Cudy-Ma’mun.

Publik menduga, AA yang disebut-sebut menjadi salah seorang perancang aksi ‘borong’ parpol Pilgub di Sulteng 2020.

Jika peristiwa politik Pilgub Sulteng Tahun 2020 terulang kembali, maka muncul rumor dan dugaan bahwa tidak menutup kemungkinan AA berani melakukan hal yang sama.

Bedanya, Pilgub tahun 2020 AA sebagai seorang mentor atau king maker pasangan Cudy-Ma’mun.

Akan tetapi, AA dalam postingan akun Facebook dengan nama Ahmad Ali beberapa hari lalu menulis status agar tidak terbawa perasaan.

“Jangan Baper bos n (dan) rekomendasi
Partai belum ada yg (yang) terbit, semua calon sedang berjuang membentuk koalisi dgn (dengan( mengikuti mekanisme partai. Gaya lama, playing victim. Tetap semangat n (dan) optimis,” tulis akun FB Ahmad Ali.

Entah siapa yang dituju oleh Wakil Ketua Umum Partai NasDem tersebut, namun kuat dugaan status itu menampik tudingan ihwal upaya ‘borong’ partai.

Dari artikel gNews.co.id sebelumnya, upaya ‘borong’ Parpol mendapat kritikan tajam dari akademisi Universitas Tadulako (Untad) Palu, Dr. Irwan Waris.

Menurutnya, ‘borong’ partai tidak mencerminkan demokrasi yang sehat lantaran segala sesuatunya dinilai dengan uang.

Di mana tujuan itu agar kandidat pasangan Gubernur dan Wakil Gubernur Sulteng hanya diikuti dua pasangan saja alias head to head.

“Janganlah head to head. Pertarungan mestinya fair. Jangan melulu menggunakan uang sehingga seolah ada pihak yg mampu membeli dukungan dari mayoritas partai,” tegas Irwan Waris, Kamis (18/4/2024).

Ilustrasi

Baca: Modus Kotor Satukan Gerbong Main Borong Parpol, Akademisi: Jangan Melulu Menggunakan Uang

Komentar