gNews.co.id – Proyek preservasi jalan nasional di ruas Kebun Kopi, jalur Trans Sulawesi yang menghubungkan Kota Palu, Kabupaten Donggala, dan Kabupaten Parigi Moutong, kembali menuai sorotan usai terjadinya dua kali longsor dalam sepekan.
Diketahui, jalan Kebun Kopi bukan sekadar jalur lokal. Ia menjadi urat nadi transportasi Sulteng, menghubungkan Kota Palu, Donggala, dan Parigi Moutong, serta menjadi akses vital lintas provinsi menuju Gorontalo, Sulawesi Utara, Sulawesi Tenggara, hingga alternatif ke Sulawesi Selatan.
Menurut Sekretaris Badan Pengurus Cabang (BPC) Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional Indonesia (Gapensi) Donggala, Erwin Bulukumba insiden terbaru menimbun delapan kendaraan dan memperkuat stigma negatif bahwa proyek ini adalah ‘proyek abadi’ yang gagal memberikan solusi permanen.
Longsor pertama terjadi pada Kamis malam (11/9/2025) di kilometer 56+100, mengubur empat mobil dan empat sepeda motor. Belum empat hari berselang, pada Senin (15/9/2025), tanah kembali longsor di lokasi yang sama.
Ia menegaskan kejadian ini semakin menguatkan keluhan masyarakat tentang tingginya risiko kecelakaan dan kerugian materiil yang harus mereka tanggung di ruas jalan vital ini.
Proyek senilai Rp17,5 miliar yang dikerjakan oleh PT Firman Anugerah Jaya ini berdasarkan kontrak yang ditandatangani Balai Pelaksanaan Jalan Nasional (BPJN) Sulawesi Tengah (Sulteng), Kementrian Pekerjaan Umum dan Perumahaan Rakyat (PUPR) pada 28 Mei 2025, dengan target penyelesaian dalam enam bulan, atau paling lambat 23 November 2025.
Erwin Bulukumba secara tegas menyatakan bahwa proyek ini telah lama terkesan “diternakkan”.
Setiap tahun anggaran digelontorkan, pengerjaan dilakukan, namun masalah longsor tak kunjung usai.
Proyek Kebun Kopi bukan hanya proyek abadi, tetapi proyek yang sengaja dipelihara agar terus ada anggaran yang bisa dinikmati.
Paket proyek Kebun Kopi seolah-olah menjadi ladang oleh para pihak tertentu memburu rente untuk menimbun kekayaan pribadi.
Oleh sebab itu, negara seharusnya bertanggung jawab atas berbagai musibah longsor yang terjadi, bukan seolah lepas tangan.
“KPK harus turun tangan mengusut tuntas proyek ini, karena ada indikasi kuat penyalahgunaan anggaran,” tegas Erwin, Senin (15/9/2025).
Erwin mengungkapkan kecurigaan bahwa dana besar yang dikucurkan hanya dinikmati oleh segelintir oknum, baik dari pihak pengguna anggaran maupun kontraktor.
Menanggapi hal ini, Gapensi Donggala berencana melakukan investigasi independen terhadap alokasi dan penggunaan anggaran proyek dari masa ke masa.
Ia juga mendesak negara hadir untuk memberikan ganti rugi materiil kepada korban-korban terdampak longsor, yang menurutnya telah berulang kali kehilangan harta benda, bahkan nyawa.
Hingga berita ini terbit, belum ada tanggapan dari BPJN Sulteng dan pihak terkait.
Baca: Aroma Culas Proyek Jalan Rp17,4 Miliar di Tolitoli, Rabat Beton Hingga Ukuran Besi Disorot!








Komentar