gNews.co.id – NGO hingga kampus bungkam soal debu perusahaan tambang galian C di jalan poros Palu-Donggala Provinsi Sulawesi Tengah.
Masyarakat yang melitas di jalan itu akan merasakan dampak dari debu aktivitas pertambangan galian C.
Demikian dikemukakan Advokat Fakyat, Agussalim Faisal, SH melalui keterangan tertulis pada Kamis (9/5/2024).
Debu aktivitas pertambangan Sirtu atau Pasir dan Batu hari ini menyelimuti pesisir Kota Palu hingga Donggala Sulteng.
“Sudah setahun tidak ada kejadian debu tidak terjadi, bahkan saat ini saya yang melewati jalur Buluri Watusampu hingga Loli semakin parah,” tegas Advokat Rakyat Agussalim.
Saat Dia melintasi wilayah Kelurahan Buluri, Watusampu, hingga Loli Kabupaten Donggala harus merasakan debu di sepanjang jalan tersebut.
“Bayangkan jadwal sidang saya di PN Donggala harus menerima Debu di jalan, siapa yang bertanggungjawab sebenarnya atas kejadian ini,” katanya.
Sejak 3 tahun terakhir, marak perizinan dan aktivitas Sirtu di Palu dan Donggala yang prinsipnya bukan untuk memenuhi kebutuhan material pembangunan di Sulteng, namun ditengarai untuk Ibu Kota Nusantara (IKN) di Kalimantan Timur.
“Debu itu dilaporkan membuat warga sesak napas, dan saya yang mengalaminya langsung jika beraktivitas profesi advokat bersidang di PN Donggala,” jelas Agussalim.
Penambangan Sirtu ini katanya, sebenarnya memiliki sindikasi modal dengan elit politik dan oknum tertentu dalam jaringan kebutuhan di IKN.
Di mana hal itu dapat diketahui menjamur aktivitas pertambangan tersebut di sepanjang pesisir Kota Palu hingga Kabupaten Donggala.
Aktivitas tambang itu menyisakan debu hitam di Kelurahan Buluri, Watusampu, dan Loli Raya. Ini membuktikan perusahaan tidak dibekali cara dan bagaimana mengantisipasi debu.
“Saya tahu pelaku usaha di sana, namun saya juga bingung jika saya sampaikan bahwa debu menjadi masalah dalam investasi mereka,” ungkapnya.
Komentar