Community relations yaitu kegiatan-kegiatan yang menyangkut pengembangan dan informasi kepada para pihak yang terkait.
Pada dasarnya, ujar Agussalaim, setiap perusahaan selalu subjek hukum seperti BPD Sulteng memiliki tanggungjawab CSR yang memiliki nilai, norma, dan masyarakat setempat menjadi mitranya.
Terutama kemitraan nasabah sebagai stakeholder yang secara langsung maupun tidak langsung sudah berinteraksi dengan BPD yang telah menjamin keberadaan dan kelangsungan hidup usaha (sustainable) perusahaan/BPD Sulteng.
Olehnya Advokat Rakyat, Agussalim menekanakn kedua lembaga ini memang tidak paham apa itu CSR, dan terbukti melanggar hukum yang melekat pada CSR tersebut.
“Saya tantang Kejati Sulteng dan BPD Sulteng untuk debat terbuka soal CSR dan kegiatan transaksi penyaluran CSR BPD Sulteng ke Kejati di kampus,” tegas Agussalim.
Namun katanya, apakah pihak Kejati dan BPD Sulteng berani menerima tantangannya debat terbuka di kampus.
Dalam CSR itu sendiri, sebut Agus adalah istilah community relations, community service, dan community empowering.
“Terus, apakah Kejati Sulteng itu terdefinisikan dari itu? Berani benar Kejati Sulteng mengajukan program CSR di BPD Sulteng. Lebih parahnya lagi BPD Sulteng merespon dan merealisasikannya,” katanya.
Jika tantangan debat terbuka tidak diterima Kejati dan BPD Sulteng, maka Agus mengingatkN tunggu saja rakyat bergerak untuk menuntut keadilan hukum di kasus CSR ini.
Bayangkan saja, kata Dia, di Sulteng yang masih menderita kemiskinan pascabencana Pasigala, yang seharusnya disalurkan ke korban dan pemulihan.
“Namun yang terjadi, BPD Sulteng justru mengucurkan anggaran CSR kepada Kejati, memang ‘biadab’. Bahwa pelanggar HAM berat dan perusak norma konstitusi Negara,” tandas Agussalim.
Baca: Ingin Duduki Tambang PT CHM, Nyali Preman ‘Ciut’ Dihadang Emak-emak Tamainusi
Komentar