Tapi mereka juga mencari sosok seorang ayah atau orang tua angkat yang menyayangi, mengayomi dan peduli, serta selalu ada untuk para penyandang disabilitas.
Mungkin kalau pemimpin ada masanya, ada waktunya, tetapi seorang ayah akan terus ada dan akan selalu ada.
“Di perbincangan tersebut, dengan hikmat kami berbicara dengan beliau, kami memperkenalkan diri kami, menceritakan apa yang ada di benak kami selama ini,” ungkapnya.
Dewi Santiana juga diketahui sebagai pengurus rumah singgah disabilitas yang beralamatkan di Jalan Jati Nomor 66 Kota Palu tersebut.
Dewi dan kawan-kawan mengaku hanya ingin mendapatkan dukungan dari sosok yang mau menjadi mata dan tangan untuk memegang, menuntun, merangkul dan memeluk mereka.
Penyandang disabilitas tak butuh belas kasihan, mereka tidak butuh uang atau materi, merka tidak mencari itu semua, tapi merka mencari sosok yang bisa memberikan kesempatan.
Memberikan ruang, memberikan tempat untuk berkarya, untuk bisa menjadi lebih baik, agar mereka bisa dihargai di masyarakat, di Sulteng.
Dia berharap dengan diberikan ruang, stigma negatif di masyarakat yang seolah-olah disabilitas bukan apa-apa, bahkan kadang dianggap aib dan beban bisa dihilangkan.
“Respons dari beliau sangat luar biasa, beliau menangis bersama kami, terharu bersama kami,” jelas Dewi.
Kata Dia, satu kata dari AA, dan tidak banyak yang disampaikan kepada mereka, yakni menjadi ayah angkat.
“Saya jadi gubernur atau tidak jadi gubernur saya adalah Ayah kalian, kalian adalah anak-anak saya,” tutur Dewi menirukan pernyataan AA saat berdiskusi.
Komentar