Indonesia dikenal sebagai sebuah negara agraris yang memiliki lahan begitu luas yang bisa dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar sebagai mata pencaharian. Namun, sektor pertanian di Indonesia tidak hanya digunakan sebagai mata pencaharian penduduk saja, akan tetapi juga dapat digunakan untuk meningkatkan perekonomian. Bahkan, daya saing komoditas pertanian Indonesia menempati posisi yang cukup tinggi di pasar internasional. Adapun beberapa alasan yang mendasari pentingnya pertanian di Indonesia menurut Kusumaningrum (2019) dalam jurnalnya adalah (1) potensi sumber dayanya yang besar dan beragam; (2) pangsa terhadap pendapatan nasional cukup besar; (3) besarnya penduduk yang menggantungkan hidupnya pada sektor ini; dan (4) menjadi basis pertumbuhan ekonomi di daerah perdesaan.
Sejak tahun 1990 hingga saat ini, Yasrizal dan Hasan (2017) menuturkan bahwa perhatian pemerintah mulai diarahkan pada sektor industri dan jasa seiring dengan terjadinya transformasi ekonomi dari negara agraris menjadi negara industri. Kondisi seperti ini yang menjadikan peran sektor pertanian mulai menurun dalam struktur perekonomian. Fokus pembangunan ekonomi lebih banyak diarahkan pada sektor industri dan jasa, bahkan yang berbasis teknologi tinggi dan intensif capital. Namun, pada krisis ekonomi tahun 1997-1998 menunjukkan bahwa sektor pertanian memiliki daya tahan yang cukup tinggi terhadap goncangan ekonomi dibandingkan sektor lain hingga dapat menyelamatkan pemerintahan dan negara dari kebangkrutan.
Abidin (2021) dalam jurnalnya menerangkan bahwa sektor pertanian merupakan penunjang ketahanan pangan dan menumbuhkan kesejahteraan masyarakat, di mana dengan sejahteranya para petani maka akan meningkatkan dan menjaga produksi pertanian. Hasang (2019) menambahkan jika sektor pertanian terus maju, maka dapat mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih cepat dan mengatasi kemiskinan. Indonesia yang dikenal sebagai negara agraris seharusnya mengandalkan sektor pertanian sebagai sumber ekonomi maupun sebagai penopang pembangunan. Struktur perekonomian Indonesia berdasarkan tinjauan makro-sektoral hingga tahun 1990-an masih agraris, namun sekarang sudah mulai berstruktur industri menurut Dumairy (1996) dalam bukunya yang berjudul Perekonomian Indonesia.
Sebagai salah satu sektor yang berkonstribusi dalam pembangunan nasional, Sepriani, dkk (2022) dalam jurnalnya menyebutkan bahwa sektor pertanian juga menjadi berfungsi menekan jumlah pengangguran, terutama selama pandemi Covid-19 serta menekan jumlah penduduk miskin di Indonesia. Sektor pertanian memiliki nilai multifungsi yang besar terutama pada usaha pertanian lahan sawah karena dapat meningkatkan ketahanan pangan, kesejahteraan petani dan menjaga kelestarian lingkungan hidup. Dengan menjadi sektor yang menyelamatkan perekonomian nasional, membuat pembangunan sektor pertanian dianggap sebagai suatu hal yang penting dari pembangunan ekonomi.
Selain itu, Kusumaningrum (2019) menjelaskan bahwa keberadaan sektor pertanian berkonstribusi pada penyerapan tenaga kerja, penyedia kebutuhan pangan secara langsung, serta membentuk pendapatan dalam Produk Domestik Bruto (PDB). Hasil penelitian Yasrizal dan Hasan (2017) di Indonesia pada tahun 1996-2014 menunjukkan bahwa PDB sektor pertanian memberikan pengaruh positif dan signifikan terhadap distribusi pendapatan masyarakat dan penyerapan tenaga kerja sektor pertanian.
Dengan share terhadap total PDB sebesar 12,55 persen pada Triwulan I 2022 menjadikan sektor pertanian menjadi sektor penyumbang PDB kedua terbesar di Indonesia setelah sektor industri pengolahan (19,19 persen) berdasarkan rilis Badan Pusat Statistik (2022). Jika diperhatikan dan dikelola dengan baik, peranan sektor pertanian ini masih dapat ditingkatkan sebagai upaya dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat tani di Indonesia.
Tidak hanya itu, sektor pertanian mampu menyerap tenaga kerja terbesar dibandingkan sektor lainnya. Lebih dari 37 juta atau sekitar 28,33 persen penduduk Indonesia usia 15 tahun ke atas yang bekerja di sektor pertanian pada periode Agustus 2021. Menurut data yang dipublikasi oleh Kementerian Pertanain (2021), sebagian besar dari mereka berumur 25-59 tahun (68,69 persen), berjenis kelamin perempuan (63,23 persen), berpendidikan dasar bahkan tidak/belum pernah sekolah (82,02 persen), bekerja di subsektor tanaman pangan (37,19 persen), dan berstatus sebagai berusaha dibantu buruh tidak tetap/buruh tidak dibayar (29,25 persen).
Rata-rata pendapatan bersih sebulan dari pada petani yang berusaha sendiri di Indonesia meningkat sebesar 1,31 persen poin, yakni dari 1,2497 juta rupiah pada Februari 2021 menjadi 1,2661 juta rupiah pada periode Agustus 2021. Namun, angka ini jauh lebih rendah dibandingkan rata-rata pendapatan bersih dari pekerja di sektor industri maupun jasa.
Provinsi Kalimantan Timur menjadi provinsi teratas dengan rata-rata pendapatan bersih sebulan dari pada petani yang berusaha sendiri yang paling tinggi di level nasional, yakni sebesar 1,9766 juta rupiah pada Agustus 2021. Sedangkan Provinsi Nusa Tenggara Timur berada di posisi terendah, dengan rata-rata pendapatan bersih sebulan dari pada petani yang berusaha sendiri sebesar 765,7 ribu rupiah. Angka ini menjadi salah satu tolak ukur tingkat kesejahteraan petani.
Kajian tentang pertanian yang dikemukanan oleh Sinuraya, dkk (2020) dalam jurnalnya yang berjudul Pertanian sebagai Penyelamat: Menyediakan Lapangan Kerja Untuk Buruh Perkotaan pada Masa Covid-19 menunjukkan bahwa pertanian tidak hanya berperan dalam penyerapan tenaga kerja, namun sektor pertanian juga berperan strategis dalam pengentasan kemiskinan dan juga sebagai sumber pendapatan masyarakat terutama masyarakat perdesaan. Hasil penelitian Sihombing dan Bangun (2019) di Sumatera Utara menunjukkan bahwa terdapat korelasi yang kuat antara sektor pertanian dan kemiskinan dengan arah negatif. Penelitian lain yang dilakukan oleh Cervantes-Godoy dan Dewbre (2010) juga menunjukkan bahwa tidak hanya pertumbuhan ekonomi, tetapi juga pertumbuhan pendapatan pada sektor pertanian juga penting dalam mengurangi kemiskinan.
Dahiri & Fitri (2020) dalam publikasinya mengemukakan bahwa terdapat sejumlah faktor yang dapat menghambat perkembangan sektor pertanian Indonesia, yakni ketersediaan lahan dan tingkat produksi pertanian belum optimal. Hal tersebut terkait dengan kemampuan pelaku sektoral yang berdampak pada tingkat inovasi dan penguasaan teknologi yang relatif rendah. Rendahnya kemampuan tersebut menyebabkan produksi sektor pertanian belum optimal. Upaya peningkatan kemampuan pelaku sektor pertanian diperlukan guna meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi nasional, karena penguasaan terknologi merupakan hal penting untuk mendongkrak produktivitas. Namun faktor lainnya, seperti pendidikan dan usia angkatan kerja pertanian kurang mendukung penyerapan/adaptasi teknologi.
Nurul Solikha Nofiani, SST
Statistisi BPS Provinsi Sulawesi Tengah
Komentar