Rakyat sedang menyambut Ahmad Ali yang disebut-sebut akan menjadi Gubernur baru di Provinsi Sulawesi Tengah.
Pemilih masyarakat Sulawesi Tengah (Sulteng) adalah masyarakat pemilih yang terbuka, seperti daerah-daerah yang maju lainnya di Indonesia.
Masyarakat terbuka maksudnya adalah masyarakat yang memilih gubernur bukan lagi berdasarkan sentimen etnis/SARA melainkan kualitas kepemimpinannya.
Alat komunikasi lewat Media Sosial (Medsos) membawa terjadinya sebuah revolusi sosial, sehingga cara pandang masyarakat terhadap pejabat publik semakin tercerahakan dan kritis.
Semangat gelora rakyat menyambut Ahmad M Ali Gubernur Baru Sulteng sangat terasa di tengah basis rakyat yang merindukan secepat-cepatnya gerakan perubahan.
Gerakan itu yang menempatkan rakyat sebagai subyek pembangunan, bukan sebaliknya yang hanya menjadi obyek pembangunan.
Gemuruh kerinduan terhadap hadirnya Ahmad Ali Gubernur Baru Sulteng, juga tidak lepas atas gagalnya Gubernur status quo dalam mengeksekusi visinya sendiri.
‘Gerak Cepat Menuju Sulteng Lebih Sejahtera dan Lebih Maju’ hanyalah menjadi bacaan hampa dan di luar ekspektasi rakyat.
Termasuk 9 Misi yang mandek alias Nol Besar. Misi tentang reformasi birokrasi hanya dicederai dengan bau tak sedap “Jual Beli Jabatan”.
Semakin diperparah dengan Tenaga Ahli (TA) yang bleeng terhadap Tupoksi-nya, serta yang tak kalah pentingnya lagi kererbukaan dan akuntabel Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (ABPD) yang tidak transparan.
Kondisi obyektif dan akumulasi kekecewaan rakyat terhadap penderitaan ekonomi di Sulteng ikut memberi spirit akan hadirnya Ahmad Ali Gubernur Baru untuk semua etnis dan golongan.
Pada akhirnya penantian rakyat akan hadirnya Ahmad Ali sebagai Gubernur Baru Sulteng menjadi penyejuk terhadap penderitaan ekonomi sosial.
Selamat datang Gubernur Baru
Ahmad Ali dan Wakil Gubernur Baru Abdul Karim AlJufri hadir memberi solusi untuk semua dan bahagia rakyat Sulawesi Tengah.
Artikel ini dikirim ke redaksi dan tayang di sejumlah media
Penulis Andi Ridwan Bataraguru
Komentar